Cirebon terletak di pesisir utara perbatasan Jawa Barat dan Jawa
Tengah yang pernah mengalami masa kejayaan sebagai salah satu pusat
perkembangan Islam di Pulau Jawa. Ditunjang posisi geografisnya, Cirebon
memiliki kekayaan budaya yang beragam dengan keunikan dan daya tarik
tersendiri. Peninggalan kejayaan Cirebon di masa silam masih dapat
dirasakan hingga saat ini. Sebagai kota pelabuhan yang memiliki akses ke
dunia luar membuat
kota ini mendapat pengaruh dari budaya Cina dan Arab yang dapat dilihat
dalam seni dan budaya masyarakatnya, termasuk dalam tata cara
pernikahan. Seperti halnya adat pengantin Jawa, awal dari seluruh
upacara ialah acara lamaran. Sewaktu melamar pihak calon mempelai pria
membawa sebilah keris untuk melambangkan kesetiaan, juga keperluan dapur
lengkap.
Berikut adalah tahapannya:
Njegog atau tetali (meminang)
Utusan pihak pria datang ke rumah orangtua gadis dan menyampaikan
maksud kedatangannya meminang. Ibu si gadis akan memanggil anaknya untuk
dimintai persetujuan. Si gadis bbmemberikan jawaban disaksikan utusan
tersebut. Setelah mendapat jawaban, utusan dan orangtua si gadis
langsung berembug menentukan hari pernikahan. Setelah ada kesepakatan,
utusan mohon diri untuk menyampaikan kepada orangtua pihak pria.
Seserahan
Pada hari seserahan, orangtua gadis didampingi keluarga dekatnya
menerima kedatangan utusan pihak pria yang disertai rombongan pembawa
barang seserahan, antara lain buah-buahan, umbi-umbian, sayur-mayur,
pembawa mas picis yaitu mas kawin berupa perhiasan dan uang untuk
diserahkan kepada orangtua gadis.
Siram tawandari
Kedua calon pengantin oleh juru rias dibawa ke tempat siraman
(cungkup) dengan didampingi orangtua dan sesepuh. Saat berjalan menuju
tempat siraman dengan iringan gending nablong, calon pengantin memakai
sarung batik khas Cirebonan yakni kain wadasan. Biasanya berwarna hijau
yang melambangkan kesuburan. Sebelum siraman, dada dan punggung calon
pengantin diberi luluran lalu juru rias mempersilakan orangtua dan
sesepuh untuk bergantian menyirami. Setelah selesai, air
bekas siraman diberikan kepada anak gadis dan jejaka yang hadir dengan
maksud agar mereka dapat segera mengikuti jejak calon pengantin. Upacara
ini dinamakan bendrong sirat yaitu air bekas siraman disirat-siratkan
atau dipercik-percikkan pada anak gadis dan jejaka yang datang ke acara
ini. Apabila calon pengantin masih merupakan keturunan dari Keraton
Kacirebonan biasanya sebelum acara pernikahan dilaksanakan, calon
pengantin akan melakukan ziarah ke makam Sunan Gunung Jati dan leluhur
raja-raja Cirebon untuk mendapatkan restu.
Parasan
Setelah acara siraman, upacara dilanjutkan dengan acara parasan
untuk calon pengantin wanita, atau ngerik yaitu membuang rambut halus
yang dilakukan juru rias disaksikan oleh orangtua dan para kerabat.
Acara ini diringi dengan musik karawitan moblong yang artinya murub
mancur bagaikan bulan purnama.
Tenteng pengantin
Tibalah hari pernikahan yang telah disepakati, pihak gadis
mengirimkan utusannya untuk menjemput calon pengantin pria. Setiba di
rumah keluarga pria dan utusan menyampaikan maksud kedatangannya untuk
menenteng (membawa) calon pengantin pria ke tempat upacara pernikahan di
rumah pihak gadis. Orangtua pengantin pria tidak ikut dalam upacara
akad nikah dan dilarang untuk menyaksikan. Pada waktu ijab qabul, calon
pengantin pria ditutup dengan kain milik ibu pengantin wanita. Hal ini
menandakan bahwa pria itu telah menjadi menantunya. Setelah selesai kain
itu diambil kembali, yang menandakan bahwa pengantin sudah tidak lagi
dalam perlindungan orangtua dan sekarang memiliki tanggung jawab
sendiri.
Salam temon
Selesai akad nikah dilakukan upacara salam temon (bertemu). Kedua
pengantin dibawa ke teras rumah atau ambang pintu untuk melaksanakan
acara injak telur. Telur yang terdiri dari kulit, cairan warna putih dan
kuning di dalamnya mengandung makna
kulit sebagai wadah/tempat, putih adalah suci/pengabdian seorang
istri, kuning lambang keagungan. Dengan begitu segala kesucian dan
keagungan sang istri sejak saat itu sudah menjadi milik suaminya. Alat
yang digunakan antara lain pipisan atau sejenis batu persegi
panjang/segi empat yang dibungkus dengan kain putih. Pengantin pria
menginjak telur melambangkan perubahan statusnya dari jejaka menjadi
suami dan ingin membina rumah tangga serta memiliki keturunan. Pengantin
wanita membasuh kaki suaminya yang melambangkan kesetiaan dan ingin
bersama-sama membina rumah tangga yang bahagia. Sebelum membasuh kaki,
pengantin wanita melakukan sungkem pada suaminya. Bila pengantin berasal
dari keluarga yang cukup berada, biasanya saat acara salam temon ini
diadakan acara gelondongan pangareng yaitu membawa upeti berupa barang
(harta) yang lengkap.
Sawer atau surak
Acara ini diadakan sebagai bentuk ungkapan rasa bahagia orangtua
atas terlaksananya pernikahan anak-anak mereka. Uang receh yang dicampur
dengan beras kuning dan kunyit ditaburkan sebagai tanda agar kedua
pengantin diberikan limpahan rezeki, dapat saling menghormati, hidup
harmonis dan serasi.
Pugpugan tawur
Dengan posisi jongkok, kepala pengantin ditaburi pugpugan oleh juru
rias. Pugpugan terbuat dari welit yaitu ilalang atau daun kelapa yang
sudah lapuk. Acara ini bertujuan agar pernikahan dapat awet bagaikan
welit yang terikat erat sampai lapuk serta keduanya dapat memanfaatkan
sebaik mungkin rezeki yang mereka dapatkan dengan baik. Selesai acara,
oleh juru rias, pengantin dibawa ke pelaminan. Orangtua pengantin pria
lalu dijemput oleh kerabat dari pengantin wanita untuk bersama-sama
mendampingi pengantin di pelaminan.
Adep-adep sekul (makan nasi ketan kuning)
Acara pengantin makan nasi ketan kuning ini dipimpin oleh juru
rias. Nasi ketan kuning dibentuk bulatan kecil 13 butir. Pertama,
orangtua pengantin wanita menyuapi pengantin sebanyak empat butir.
Dilanjutkan dengan orangtua pihak pria memberi suapan sebanyak empat
butir. Lalu empat butir lagi, kedua pengantin bergantian saling
menyuapi. Sisanya satu butir untuk diperebutkan, siapa yang mendapatkan
butiran nasi ketan kuning terakhir melambangkan bahwa dialah yang akan
mendapatkan rezeki paling banyak .Namun rezeki ini tidak boleh dimakan
sendiri dan harus dibagi pada pasangannya. Saat acara berlangsung, kedua
pengantin duduk berhadapan yang melambangkan menyatunya hati
suami-istri untuk membina rumahtangga bahagia. Selain itu, acara
adep-adep sekul ini juga mengandung arti kerukunan dalam rumah tangga,
yaitu terhadap pasangannya, orangtua, serta mertua.
Sungkem pada orangtua
Kedua pengantin melakukan sembah sungkem pada orangtua dengan cara
mandap (berjongkok) yang merupakan cerminan rasa hormat dan terima kasih
kepada orangtua atas segala kasih sayang dan bimbingan yang selama ini
dicurahkan kepada anaknya. Kedua pengantin juga memohon doa restu untuk
membina rumah tangga sendiri bersama pasangan. Setelah acara sungkem,
dilagukan kidung Kinanti dengan harapan agar pengantin dapat menjalankan
bahtera rumah tangganya seia, sekata, sehidup, semati.
Pemberian doa restu, ucapan selamat, dan hiburan
Setelah memperoleh restu dari orangtua, pengantin mendapatkan
ucapan selamat berbahagia dari sanak kerabat yang hadir. Biasanya juga
diadakan acara hiburan seperti tari-tarian yaitu tari topeng, tari
bedoyo dan tari tayub.
Pernikahan Putra Mahkota Kasultanan Cirebon November 2013
Raja Kesultanan Cirebon, Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadingrat,
memiliki hajat besar. Yaitu menikahkan putra mahkota Elang Raja Luqman
Zulkaedin yang mempersunting Ratih Marlina. Uang koin 3 Dinar dan 14
gram emas sebagai tanda mahar yang diberikan Luqman kepada Ratih saat
akad nikah. Konon, pernikahan Luqman dan Ratih adalah pernikahan
kesultanan pertama yang kembali menggunakan dinar sebagai mahar. Masjid
Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, menjadi tempat akad nikah Elang Raja
Luqman Zulkaedin dan Ratih Marlina.
Saat pengucapan ijab qabul, Luqman tidak didampingi Ratih Marlina.
Usai ijab qabul dibacakan dan dinyatakan sah oleh para saksi, Ratih baru
memasuki ruangan akad nikah dan sungkem kepada Luqman, mengikuti
tradisi Temon. Setelah itu, Luqman menyerahkan mas kawin berupa
seperangkat alat shalat, uang koin 3 dinar, dan 14 gram emas.
Prosesi dilanjutkan dengan penandatangan dokumen dan rombongan
pengantin kembali menuju Bangsal Prabayaksa untuk melakukan adat
pernikahan. Bak raja dan ratu, Luqman menggunakan pakaian adat khas
keraton dengan tanda bunga di blangkon sebelah kiri, dan mahkota sebagai
tanda pakaian khas keraton yang digunakan Ratih Marlina. Lambaian
tangan dan senyuman bahagia tidak henti-hentinya ditunjukkan kedua
mempelai sepanjang jalan menuju Bangsal Prabayaksa.
Tradisi pernikahan putra keraton ini seperti melihat miniatur
kirab, karena rombongan kembali diiringi para prajurit dan pasukan
sebagai adat khas keraton. Setibanya di Bangsal Prabayaksa, acara
dilanjutkan dengan adat pernikahan yang menggunakan Bahasa Cirebon dan
Bahasa Indonesia. Kedua mempelai pertama-tama sungkem kepada kedua orang
tua masing-masing. Lalu keduanya melaksanakan prosesi adat injek tigan, banting kendi tutupe tigan dan adep-adep sekul.
Selain seperangkat alat shalat sebagai mas kawin, ada koin uang 3
dinar dan 14 gram emas yang diberikan Luqman untuk Ratih. Ternyata, ada
filosofi di balik mas kawin itu. Koin uang 3 dinar itu melambangkan
rukun iman, islam, dan ihsan. Sedangkan, 14 gram emas simbol Sultan
Sepuh XIV. Pemilihan dinar sebagai mas kawin untuk mengikuti sunnah
Rasul. Dinar tersebut didapatkan dari pendirikan baitul mal di keraton
yang mencetak koin dinar dan dirham. Satu dinar jika dirupiahkan senilai
Rp2 juta, sedangkan satu dirham Rp70 ribu. Dinar dirham bukan mata uang
satu negara, tapi mata uang syariah. Ini sebagai sunah nabi dan warisan
Sunan Gunung Jati sebagai perintis syiar islam di Pulau Jawa