Photobucket

Translate This Blog

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

Renungan Dari Sebuah Becak

Dibeberapa Kota besar, Tukang Becak mungkin sudah jarang kita jumpai. Profesi yang mengandalkan methekolnya (mengayuh) otot ini dianggap lebih banyak mendatangkan masalah daripada menyelesaikan masalah. Alasan yang paling banyak mendasari dilarangnya becak beroperasi adalah perihal kesemrawutan yang ditimbulkan oleh becak. Padahal juga tak bisa dipungkiri, kendaraan roda tiga itu merupakan kendaraan yang ramah lingkungan. Bahan bakarnya cuma air putih murni ditambah nasi tiwul, yang cukup buat mancal mesin “3 tak” nya. Yakni “tak” injek, “tak” genjot, dan “tak” gowes pedalnya. Tarif yang diberlakukan tukang becakpun sangat rasional. Mereka menetapkan tarif sesuai besaran energi yang dikeluarkan, yang tentu saja sesuai dengan hukum Newton yang melibatkan jarak (S) dan Gaya (F). Dan para abang becak ini tidak akan mengambil job yang melebihi batas kesanggupannya, walaupun dijanjikan bayaran tinggi. Coba saja dia disuruh ngantar sampeyan dari Cirebon ke Bandung. Kalaupun dia mau, tentu saja itu disebabkan kekhawatiran bahwa sampeyan makin tambah kumat gilanya kalau keinginan itu gak dituruti. Jadi yang waras ngalah saja. Prinsip tarif tukang becak ini patut dicontoh. Seseorang hanya menerima imbalan sesuai besaran kerja yang diperbuatnya. Kompensasi dari semua itu adalah edukasi pada pasien selengkap mungkin walau kadang tanpa diminta dan tanpa bea tambahan. Hal ini berbuah manis.

Di negeri yang konon berdasar Pancasila ini, gaji yang jumlahnya besar, rata-rata berasal dari perusahaan yang bergerak di sektor perbankan, pertambangan dan energi. Kalau anda ketemu teman lama, lalu ketahuan dia bekerja di pertambangan minyak, anda pasti langsung berpikir, “Pasti dah jadi orang kaya neh orang….”.
Atau dia bekerja di satu Bank (tentu saja Bank Elang gak termasuk), sudah terbayang di benak anda, orang ini pasti bukanlah oknum yang bergaji kecil. Apakah dokter tidak begitu? Dokter menerima imbalan sesuai jumlah pasien yang dikerjakannya

Dan memang ada alasan logis mengapa mereka dibayar mahal. Tapi tentu saja kemahalan bayaran itu ada tanggung jawabnya. Jika tak bisa mempertanggungjawabkan di dunia, sudah pasti alam akherat tidak akan mendiamkan ketimpangan itu.

Coba lihat fakta real di lapangan. Dengan gaji besar yang sudah diterima penguasa duit, tambang & energi dan pekerjanya itu, hah kok ternyata harga migas masih mencekik leher rakyat kecil, tidakkah secara moral bos-bos regulator minyak itu malu di saat menerima gaji mereka? Tidakkah terbebani hidup mereka, bahwa dengan menaikkan harga migas dan memadamkan listrik bergilir itu menyebabkan susahnya hidup orang banyak? Mengapa tak diturunkan saja bayaran mereka sebagaimana Abang Becak yang hanya mampu mengantar customernya sejauh sepeminum teh, maka dia hanya antar sejauh itu dan menerima bayaran sebesar itu? Bahkan kalo sudah tak mampu, ya pensiun saja mbecaknya.

Salah satu opsi yang pernah ditawarkan rakyat yang mungkin gak bakalan terkabul adalah, menurunkan gaji para pejabat negara maupun BUMN guna menutupi cost penyelenggaraan negara.

Sudah saatnya bos-bos minyak, bos PLN, ataupun bos Perbankan dan juga para pejabat negara, yang bertanggung jawab atas kejadian apapun di bidang mereka, melihat dan membandingkan mental dan moral mereka dengan mental dan moral tukang becak.

 
Powered By essa.com | Portal Design By Sindang Laut © 2010