Di negeri yang konon berdasar Pancasila ini, gaji yang jumlahnya besar, rata-rata berasal dari perusahaan yang bergerak di sektor perbankan, pertambangan dan energi. Kalau anda ketemu teman lama, lalu ketahuan dia bekerja di pertambangan minyak, anda pasti langsung berpikir, “Pasti dah jadi orang kaya neh orang….”.
Atau dia bekerja di satu Bank (tentu saja Bank Elang gak termasuk), sudah terbayang di benak anda, orang ini pasti bukanlah oknum yang bergaji kecil. Apakah dokter tidak begitu? Dokter menerima imbalan sesuai jumlah pasien yang dikerjakannya
Dan memang ada alasan logis mengapa mereka dibayar mahal. Tapi tentu saja kemahalan bayaran itu ada tanggung jawabnya. Jika tak bisa mempertanggungjawabkan di dunia, sudah pasti alam akherat tidak akan mendiamkan ketimpangan itu.
Coba lihat fakta real di lapangan. Dengan gaji besar yang sudah diterima penguasa duit, tambang & energi dan pekerjanya itu, hah kok ternyata harga migas masih mencekik leher rakyat kecil, tidakkah secara moral bos-bos regulator minyak itu malu di saat menerima gaji mereka? Tidakkah terbebani hidup mereka, bahwa dengan menaikkan harga migas dan memadamkan listrik bergilir itu menyebabkan susahnya hidup orang banyak? Mengapa tak diturunkan saja bayaran mereka sebagaimana Abang Becak yang hanya mampu mengantar customernya sejauh sepeminum teh, maka dia hanya antar sejauh itu dan menerima bayaran sebesar itu? Bahkan kalo sudah tak mampu, ya pensiun saja mbecaknya.
Salah satu opsi yang pernah ditawarkan rakyat yang mungkin gak bakalan terkabul adalah, menurunkan gaji para pejabat negara maupun BUMN guna menutupi cost penyelenggaraan negara.
Sudah saatnya bos-bos minyak, bos PLN, ataupun bos Perbankan dan juga para pejabat negara, yang bertanggung jawab atas kejadian apapun di bidang mereka, melihat dan membandingkan mental dan moral mereka dengan mental dan moral tukang becak.